Rehabilitasi lahan merupakan suatu usaha memperbaiki, memulihkan kembali, dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, mau pun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungannya (Wahono, 2002: 3). Menurut Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan perananannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (Anonim, 2008). Lahan kritis sendiri merupakan lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pengatur media tata air maupun unsur perlindungan alam dan lingkungannya (Wahono, 2002). Karakteristik kegiatan yang kompleks mengakibatkan proses RHL perlu dilakukan dengan cermat, sistematis, dan menyeluruh.
Salah satu bentang alam hutan di DAS
Citanduy yang perlu segera mandapatkan pengelolaan berupa kegiatan
rehabilitasi
hutan dan lahan adalah Gunung Tanggeran di Desa Cisalak, Kecamatan Cimanggu,
Kabupaten Cilacap dan juga di Kalijati (Kawasan Penyangga Cagar Alam
Nusakambangan Barat, Kabupaten Cilacap). Kelestarian Gunung Tanggeran punya
arti penting bagi masyarakat karena menjadi daerah resapan air dan sumber mata
air untuk keperluan hidup masyarakat di Desa Cisalak maupun desa lain di bagian
hilirnya. Perubahan vegetasi yang dulunya berupa hutan alam menjadi hutan tanaman
monokultur Pinus diduga menjadi penyebab turunnya kuantitas dan kualitas air
dari sumber mata air yang ada sehingga tidak mampu lagi untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Selain menyebabkan kekeringan saat kemarau, rusaknya
hutan di Gunung Tanggeran juga bisa menyebabkan erosi dan tanah longsor di hulu
kemudian banjir dan sedimentasi lumpur di hilir DAS ketika musim hujan.
Bencana-bencana lingkungan ini telah banyak menyebabkan kerugian material
maupun nonmaterial bagi masyarakat.
Di
Kalijati (Kawasan Penyangga Cagar Alam Nusakambangan Barat, Kabupaten Cilacap)
telah terjadi perubahan tutupan lahan. Lahan yang sebelumnya berupa hutan alam
kini secara ilegal telah berubah menjadi lahan pertanian. Di sisi lain, dalam
pengelolaan kawasan konservasi, seharusnya kawasan penyangga bisa menjadi
pendukung bagi kawasan konservasi. Dengan rusaknya kawasan penyangga,
kelestarian Cagar Alam Nusakambangan Barat pun menjadi terancam padahal kawasan
konservasi ini merupakan salah satu sisa terakhir hutan alam dataran rendah di
DAS Citanduy dengan keanekaragaman hayati yang bernilai tinggi. Cagar Alam
Nusakambangan Barat merupakan habitat bagi Pohon Plahlar (Dipterocarpus littoralis) yang endemik Pulau Nusakambangan dan juga
habitat bagi Macan Tutul Jawa (Panthera
pardus
melas)
yang sudah sangat terancam punah atau
Critically Endangered (CR).
Berdasarkan
uraian di atas, perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan untuk
memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan serta lahan di DAS
Citanduy (di Gunung Tanggeran dan di Kalijati) sehingga daya dukung,
produktivitas, dan perananannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan
tetap terjaga.alah satu bentang alam hutan di DAS
Citanduy yang perlu segera mandapatkan pengelolaan berupa kegiatan
rehabilitasi
hutan dan lahan adalah Gunung Tanggeran di Desa Cisalak, Kecamatan Cimanggu,
Kabupaten Cilacap dan juga di Kalijati (Kawasan Penyangga Cagar Alam
Nusakambangan Barat, Kabupaten Cilacap). Kelestarian Gunung Tanggeran punya
arti penting bagi masyarakat karena menjadi daerah resapan air dan sumber mata
air untuk keperluan hidup masyarakat di Desa Cisalak maupun desa lain di bagian
hilirnya. Perubahan vegetasi yang dulunya berupa hutan alam menjadi hutan tanaman
monokultur Pinus diduga menjadi penyebab turunnya kuantitas dan kualitas air
dari sumber mata air yang ada sehingga tidak mampu lagi untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Selain menyebabkan kekeringan saat kemarau, rusaknya
hutan di Gunung Tanggeran juga bisa menyebabkan erosi dan tanah longsor di hulu
kemudian banjir dan sedimentasi lumpur di hilir DAS ketika musim hujan.
Bencana-bencana lingkungan ini telah banyak menyebabkan kerugian material
maupun nonmaterial bagi masyarakat.
Di
Kalijati (Kawasan Penyangga Cagar Alam Nusakambangan Barat, Kabupaten Cilacap)
telah terjadi perubahan tutupan lahan. Lahan yang sebelumnya berupa hutan alam
kini secara ilegal telah berubah menjadi lahan pertanian. Di sisi lain, dalam
pengelolaan kawasan konservasi, seharusnya kawasan penyangga bisa menjadi
pendukung bagi kawasan konservasi. Dengan rusaknya kawasan penyangga,
kelestarian Cagar Alam Nusakambangan Barat pun menjadi terancam padahal kawasan
konservasi ini merupakan salah satu sisa terakhir hutan alam dataran rendah di
DAS Citanduy dengan keanekaragaman hayati yang bernilai tinggi. Cagar Alam
Nusakambangan Barat merupakan habitat bagi Pohon Plahlar (Dipterocarpus littoralis) yang endemik Pulau Nusakambangan dan juga
habitat bagi Macan Tutul Jawa (Panthera
pardus
melas)
yang sudah sangat terancam punah atau
Critically Endangered (CR).
Berdasarkan
uraian di atas, perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan untuk
memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan serta lahan di DAS
Citanduy (di Gunung Tanggeran dan di Kalijati) sehingga daya dukung,
produktivitas, dan perananannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan
tetap terjaga.